Dosen Unsoed berbagi strategi keuangan keluarga di tengah gejolak nilai tukar

Dosen Unsoed berbagi strategi keuangan keluarga di tengah gejolak nilai tukar

Purwokerto (ANTARA) – Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Dr Rio Dhani Laksana, MSc, CFP, CSA CAPM berbagi strategi keuangan keluarga di tengah gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan kenaikan tarif impor.

“Melejitnya nilai dolar saat ini berdampak pada melambungnya harga barang impor, apalagi jika diikuti kenaikan tarif impor, yang berpotensi mengurangi daya beli masyarakat,” kata Rio di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Menurut dia, kondisi tersebut turut mempengaruhi pengelolaan keuangan keluarga dan pribadi, baik disadari maupun tidak disadari.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan ada beberapa strategi yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengatur keuangan keluarga ketika dolar dan tarif impor mengalami kenaikan, di antaranya:

1. Evaluasi ulang anggaran dengan skala prioritas

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengevaluasi ulang anggaran keluarga dengan memprioritaskan kebutuhan pokok seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan.

Kenaikan harga dolar dan tarif pajak impor berpotensi meningkatkan harga barang-barang impor, termasuk kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan, elektronik, dan kendaraan.

Trending :  Premi Asuransi Kesehatan Melesat 55,75% per Februari 2025

Pisahkan pengeluaran wajib (fixed expenses) dan diskresioner (variable expenses), lalu alokasikan dana lebih besar untuk pos-pos yang terdampak inflasi.

Gunakan tools keuangan seperti aplikasi atau spreadsheet untuk memantau arus kas secara berkala dan menghindari pemborosan.

2. Beralih ke produk lokal dan mencari substitusi

Untuk mengurangi dampak kenaikan harga barang impor, mulailah beralih ke produk lokal atau alternatif yang lebih terjangkau.

Misalnya, jika harga susu atau kosmetik impor melonjak, cari merek dalam negeri dengan kualitas sebanding.

Selain lebih hemat, langkah ini juga mendukung perekonomian domestik. Jika tetap harus membeli produk impor, manfaatkan promo, diskon, atau pembelian grosir untuk mendapatkan harga lebih murah.

Selain itu, pertimbangkan untuk membeli barang bekas berkualitas (second-hand) yang masih layak pakai.

3. Memperkuat dana darurat dan investasi

Kondisi ekonomi yang tidak stabil mengharuskan keluarga memiliki dana darurat yang cukup, idealnya sebesar 6–12 bulan pengeluaran rutin.

Trending :  Pemda Tabanan Gelar Rapat Penyamaan Persepsi Pengelolaan Keuangan Desa

Sisihkan sebagian pendapatan untuk dana ini dan simpan dalam instrumen likuid seperti deposito atau reksadana pasar uang.

Selain itu, diversifikasi investasi ke aset yang tahan inflasi, seperti emas, properti, atau saham perusahaan ekspor yang diuntungkan oleh kenaikan dolar.

Hindari utang konsumtif berbunga tinggi, seperti kartu kredit atau pinjaman daring, yang dapat memperburuk kondisi keuangan.

4. Menerapkan pola hidup hemat dan produktif

Ajak seluruh anggota keluarga untuk berkomitmen menerapkan gaya hidup lebih hemat, seperti mengurangi makan di luar, memanfaatkan transportasi umum, atau membeli barang hanya ketika diperlukan.

Cari peluang tambahan penghasilan, seperti freelance, bisnis daring, atau memanfaatkan hobi untuk menghasilkan uang.

Dengan pendapatan tambahan, keluarga bisa lebih siap menghadapi gejolak ekonomi tanpa mengorbankan kebutuhan utama.

5. Mengoptimalkan insentif pajak dan bantuan sosial

Manfaatkan kebijakan pemerintah terkait insentif pajak, bantuan sosial, atau subsidi energi untuk meringankan beban keuangan.

Pelajari apakah keluarga anda memenuhi syarat untuk program bantuan seperti bantuan langsung tunai (BLT), subsidi listrik, atau keringanan pajak.

Trending :  Wakaf Biru, Inovasi Keuangan Syariah untuk Selamatkan Laut Indonesia – Minanews.net

Jika memiliki usaha sampingan, pastikan pembukuan keuangan rapi agar bisa memanfaatkan potensi pengurangan pajak.

Selain itu, cari tahu apakah ada program pelatihan atau bantuan modal dari pemerintah yang dapat meningkatkan penghasilan keluarga.

6. Komunikasi dan edukasi keuangan dalam keluarga

Terakhir, penting untuk membangun komunikasi terbuka tentang kondisi keuangan keluarga dan melibatkan semua anggota dalam perencanaan.

Ajarkan anak-anak tentang pentingnya menabung dan mengelola uang dengan bijak.

Diskusikan langkah-langkah penghematan bersama, seperti mematikan listrik saat tidak digunakan atau memilih belanja di pasar tradisional yang lebih murah.

Dengan kerja sama dan pemahaman yang baik, keluarga dapat tetap stabil secara finansial meski di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Baca juga: Akademisi: Kunjungan Prabowo ke Turki perkuat hubungan antarnegara
Baca juga: Pakar hukum: SKCK layak dihapus karena tidak selaras dengan HAM
Baca juga: Akademikus : Indonesia harus “bermain cantik” hadapi kebijakan AS



Source link