Polemik pencairan dana BOS di Sumenep, Pengelolaan Keuangan Sekolah Belum Ideal

Polemik pencairan dana BOS di Sumenep, Pengelolaan Keuangan Sekolah Belum Ideal

STRATEGINEWS.ID, Sumenep – Polemik pencairan dana BOS tahap pertama 2025 di Sumenep membuka borok pengelolaan keuangan sekolah. Dinas Pendidikan disebut mempersulit, tapi laporan para kepala sekolah pun tak luput dari cela.

Awal tahun 2025 belum juga membawa kabar baik bagi sejumlah kepala sekolah di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Harapan akan cairnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap pertama justru berujung keresahan. Bukannya anggaran turun, yang datang justru keluhan dan protes: rekomendasi pencairan dari Dinas Pendidikan tak kunjung diberikan.

Dalam rapat evaluasi Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS), suara-suara itu muncul dengan lantang. Mereka menganggap Dinas Pendidikan terlalu mempersulit prosedur. “Tidak seperti sebelumnya. Sekarang serba ketat, banyak berkas yang dikembalikan untuk direvisi,”

Keluhan itu cukup masuk akal, apalagi BOS adalah darah segar bagi operasional sekolah. Tanpa dana itu, banyak kegiatan belajar-mengajar bisa terganggu. Namun, apakah benar Dinas Pendidikan mempersulit? Atau ada hal yang selama ini luput dari perhatian?

Di sisi lain, Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep bergeming. Verifikasi LPJ BOS, adalah langkah wajar dan keharusan. Bahkan, sebuah keharusan. Apalagi, setelah beberapa tahun terakhir muncul banyak temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pertanggungjawaban dana BOS.

Trending :  Terobosan Digitalisasi Keuangan Daerah, BRK Syariah dan RSUD Ahmad Tabib Batam Luncurkan E-BLUD Terintegrasi

Sekretaris Dewan Pendidikan, Amir Syarifuddin, justru menyebut banyak laporan pertanggungjawaban dana BOS selama ini jauh dari kata layak. “Ada LPJ rapat yang hanya menyertakan daftar hadir. Tak ada undangan, tak ada notulen, tak ada dokumentasi. Bahkan, struk belanja banyak yang tak sesuai atau tak ada bukti transfernya,” katanya.

Amir menilai, sistem pelaporan BOS selama ini terlalu longgar. Ada indikasi bahwa LPJ disusun bukan oleh pihak sekolah sendiri, melainkan menggunakan jasa pihak luar. “Kalau benar dikerjakan oleh lembaga, seharusnya mereka paham juknis. Tapi nyatanya, banyak laporan yang diduga asal-asalan,” ujarnya.

Di tengah silang pendapat itu, Dewan Pendidikan mencoba menjadi penengah. Anggota DPKS, Badrul, mengatakan bahwa pihaknya meminta agar dilakukan verifikasi menyeluruh terlebih dahulu sebelum melabeli bahwa Disdik mempersulit.

“Juknis BOS tidak berubah selama tiga tahun terakhir. Kalau sekarang jadi masalah, bisa jadi karena selama ini penyusunan SPJ dilakukan bukan oleh sekolah itu sendiri,” katanya.

Trending :  BRI BO Padang Sepakati Kerja Sama Pengelolaan Keuangan dengan Disdikbud Padang

Menurut Badrul, perlu ada audit moral sekaligus teknis terhadap pola pengelolaan BOS di lapangan. Ia meyakini bahwa banyak kepala sekolah belum memahami betul aspek administratif dan legal dari dana BOS. “Biar jelas kalau benar dipersulit, ya diverifikasi atau investigasi dulu. Tapi kalau ternyata laporan memang kacau, maka ini bukan soal dipersulit, tapi memang belum siap akuntabel,” ujarnya.

Solusi dari Ketua DPKS

Ketua DPKS, Mulyadi, menilai kisruh ini justru menjadi momentum untuk memperbaiki sistem. Ia menyebut bahwa Dinas Pendidikan sebenarnya telah menyampaikan niat untuk menyelenggarakan pelatihan penyusunan RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) serta SPJ-nya. “Itu langkah bagus. Tapi jangan berhenti di niat. Harus ada sosialisasi yang lebih mendalam dan menyentuh semua sekolah,” katanya.

Mulyadi juga menyarankan agar pelatihan dan sosialisasi dibagi per zona. “Kabupaten Sumenep ini luas, dan kemampuan masing-masing sekolah dalam memahami sistem pelaporan keuangan sangat berbeda. Zona akan membuat pelatihan lebih fokus dan efektif,” jelasnya.

Trending :  Wabup Siak Ingatkan Pegawai Tetap Fokus Kerja Meski Kondisi Keuangan Daerah Belum Stabil

Menurut Mulyadi, ini bukan soal siapa yang salah atau benar, tapi soal bagaimana sistem diperbaiki agar dana publik benar-benar memberi manfaat tanpa menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. “Dana BOS itu uang negara. Harus dikelola dengan cara negara, bukan cara warung kelontong,” ujarnya tegas.

Akuntabilitas yang Masih Jauh

Polemik ini membuka fakta bahwa pengelolaan dana BOS masih jauh dari kata ideal. Sementara para kepala sekolah ingin proses pencairan cepat, pihak Dinas Pendidikan berpegang pada prinsip kehati-hatian. Ironisnya, di tengah tarik-menarik itu, siswa dan kegiatan pembelajaran bisa ikut terganggu.

Jika memang masalah utama adalah ketidaktahuan teknis, maka pelatihan dan sosialisasi menjadi kunci. Tapi jika masalahnya adalah kebiasaan lama yang penuh kompromi, maka dibutuhkan lebih dari sekadar sosialisasi: perubahan kultur dan komitmen bersama untuk bersih dan transparan.

Sebab, sebagaimana kata pepatah, uang memang tak punya suara. Tapi dalam pengelolaannya yang buruk, ia bisa berbicara lebih nyaring dari siapa pun. (ibn)

 

Source link