Suratekno.com – Investasi saham sanggup menjadi keliru satu opsi tunggangan yang menarik bagi para investor untuk menambah pundi-pundi kekayaan.
Catat saja, kekayaan investor kawakan Warren Buffett paling banyak dikontribusi sang perusahaan investasi miliknya yaitu Berkshire Hathaway (BRK) pada mana investasi Buffet didominasi menggunakan investasi pada pasar kapital.
Pria dengan julukan Suhu menurut Omaha yg dikenal lantaran prinsip ‘value investing’ tadi pertama kali mengambil alih BRK pada tahun 1964. Kala itu BRK merupakan perusahaan tekstil yg sedang sekarat.
Alasan Warren Buffett beli saham perusahaan sekarat lantaran di awal karirnya di global investasi, oleh investor menganut taktik cigar butt stock investing.
Secara sederhana, strategi tersebut menitikberatkan pada saham yang harganya telah sangat murah bahkan pada bawah nilai likuidasinya sehingga karena pasar tidak rasional ada kesempatan bahwa harga sahamnya akan melesat meski kinerja bisnisnya permanen tidak baik.
Namun siapa sangka bahwa berinvestasi pada perusahaan sekarat tersebut telah membawa Warren Buffett menjadi galat satu orang terkaya pada global.
Sedikit citra, ketika Warren Buffett mengambil alih perusahaan tekstil tadi harganya masih US$ 12,37/saham.
Sebagai catatan di tahun 1967 di mana CEIC pertama kali mencatat kurs rupiah terhadap dolar, untuk US$ 1 dihargai setara Rp 149. Artinya harga satu saham BRK setara dengan Rp 1.856.
Jika saat itu seseorang warga Indonesia memiliki modal Rp 1,lima juta & mengkonversinya sebagai dolar AS yang setara dengan US$ 10.000, maka bisa membeli saham BRK sebesar 808 lembar.
Dengan modal yang tergolong sedikit tadi maka nilai investasi sebanyak US$ 10.000 akan menjadi kurang lebih US$ 337 juta. Nilai tersebut diperoleh karena saham BRK A yg telah ada sejak 1964 sekarang dihargai US$ 416.907/saham.
Artinya dalam kurun saat 58 tahun return dari capital gain saham BRK A mencapai 3.370.207% atau memberikan return secara compounding 19,7% per tahun.
Hal inilah yang menyebabkan nilai investasi Rp 1,lima juta yang dulu ditempatkan di saham BRK A kini telah senilai US$ 337 juta atau setara dengan Rp lima,05 triliun mengacu dalam nilai kurs dolar AS waktu ini pada nomor Rp 14.980/US$.
Selain karena harga saham BRK A yang melesat signifikan, nilai tukar rupiah juga melemah drastis sehingga memunculkan multiplier effect waktu berinvestasi pada ekuitas asing. Terhitung sejak tahun 1960-an, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi hampir 10.000%.
Hal inilah yg mengakibatkan investasi sebesar Rp 1,5 juta dapat berubah menjadi Rp 5,05 triliun atau menghasilkan total return sebesar 336.581.245%.
Meskipun demikian perlu diingat bahwa Rp 1 pada tahun 1967 kentara tidak selaras dengan Rp 1 kini . Nilai Rp 1 dalam tahun 1967 tentunya jauh lebih berharga berdasarkan Rp 1 ketika ini karena adanya faktor berupa inflasi.
Dilansir menurut data World Bank pada mana inflasi tahunan sejak 1967 hingga 2022 rata-homogen sebesar 11,59% per tahun, maka uang sebanyak Rp 1,5 juta di tahun 1967 setara menggunakan Rp 626 juta pada tahun 2022.