Kondisi Ekonomi Tak Stabil, Benarkah Uang Orang Kaya Kabur Ke Luar Negeri?

Kondisi Ekonomi Tak Stabil, Benarkah Uang Orang Kaya Kabur Ke Luar Negeri?

ILUSTRASI. Teller menghitung uang di Bank CIMB Niaga Syariah, Jakarta, Senin (14/4/2025). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan syariah telah mencapai Rp 729,56 triliun pada Februari 2025, tumbuh 7,91% dibandingkan pada Februari 2024 yang senilai Rp 676,07 triliun. (KONTAN/Baihaki)

Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Stabilitas ekonomi global maupun domestik memang berpotensi memicu kekhawatiran pasar keuangan di Indonesia. Di mana, keluarnya dana ke luar negeri menjadi salah satu dampak yang bisa jadi muncul.

Mengutip dari bloomberg, sejumlah orang kaya di Indonesia dikabarkan telah memindahkan ratusan juta dolar ke luar negeri. Kabarnya, tren ini sudah dimulai pada Oktober saat Prabowo berkuasa dan semakin cepat setelah rupiah melemah pada Maret akibat meningkatnya ketegangan pasca rilis tarif Presiden AS Donald Trump.

Jika menilik beberapa data pasar keuangan, beberapa aset memang mengalami penurunan seperti Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) maupun reksadana. KPD turun 6,65% secara year to date (ytd) per Februari 2025 menjadi Rp 279,62 triliun, sementara reksadana turun 1,01% ytd per 27 Maret 2025 menjadi Rp 479,65 triliun.

Di sisi lain, dana simpanan perbankan untuk nominal di atas Rp 5 miliar justru masih mengalami pertumbuhan 3,4% secara ytd per Februari 2025. Pada periode yang sama, pertumbuhan juga masih tumbuh jika dilihat secara bulanan yaitu sekitar 1,9%. Dengan catatan, dana simpanan perbankan di atas Rp 5 miliar tersebut juga termasuk dana-dana korporasi.

Selain itu, laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami perbaikan laju pertumbuhan. Per Februari 2025, DPK perbankan telah tumbuh 5,75% secara tahunan (YoY) dan 1% ytd. Bulan sebelumnya, pertumbuhannya sekitar 5,51% yoy dan 0,48% ytd.

Trending :  Kanselir Jerman Merz: Tarif Trump Picu Risiko Krisis Keuangan

Untuk pasar saham sendiri, kepemilikan investor lokal justru mengalami peningkatan sejalan dengan banyaknya investor asing yang keluar. Per Maret 2025, kepemilikan investor lokal di pasar saham sebesar 52,18%. Posisi akhir 2024 masih sekitar 51,35%.

Baca Juga: Orang Kaya RI Larikan Aset ke Luar Negeri, Siapa Mereka?

Di perbankan sendiri, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae bilang kencangnya volatilitas pasar justru menjadi peluang bagi bank untuk memperoleh DPK yang lebih tinggi. 

“Dalam konteks situasi yang seperti sekarang, saya kira menyimpan uang di bank itu merupakan salah satu opsi,” ujar Dian, akhir pekan lalu.

Sejalan dengan itu, General Manager Divisi Wealth Management BNI, Henny Eugenia mengungkapkan  aset nasabah Wealth Management di BNI justru tumbuh positif. Dalam hal ini, ia membandingkan, tabungan  segmen Emerald yang tumbuh 16% yoy dan juga Asset Under Management (AUM) investasi yang tumbuh 18% yoy Maret 2025.  

Tak hanya itu, ia menyebutkan jumlah nasabah segmen Emerald juga tumbuh 10% yoy pada Maret 2025. Menurutnya, ini merupakan pertumbuhan tertinggi yang terjadi pada segmen private bank.

“Untuk satu tahun terakhir ini trennya masih dominan ke obligasi baik dari nasabah emerald maupun nasabah ritel,  untuk reksadana saham saat ini masih terbatas kepada nasabah tertentu dengan profil yang lebih agresif,” jelasnya.

Di sisi lain, ia bilang bahwa nasabah kaya sejatinya juga mempunyai kebutuhan untuk layanan perbankan global. Di mana, Henny menyebukan banyak nasabah kaya sejak dulu sudah mempunyai simpanan di luar negeri terutama di Singapura.

Trending :  Tabel Angsuran KUR BRI Lengkap Dengan Syarat & Bunganya

“Ini terlihat dari data tax amnesty dimana nasabah mendeklarasi AUM di luar negeri namun dana repatriasi masih jauh lebih kecil,” ujar Henny.

Oleh karenanya, Henny bilang BNI juga sudah memiliki layanan Wealth Management di Singapura. Alhasil, nasabah tidak perlu bergantung pada bank-bank asing dengan memindahkan dananya ke sana namun tetap dikelola oleh BNI.

Consumer Funding & Wealth Business Head Bank Danamon Ivan Adrian Jaya menegaskan  pihaknya belum melihat adanya indikasi untuk kecenderungan pemindahan dana ke luar negeri. Sejak awal tahun sampai dengan Maret 2025, DPK Danamon masih bertumbuh secara kuartalan di kisaran 2% hingga 4%.

Baca Juga: Sejumlah Orang Kaya RI Dikabarkan Pindahkan Kekayaan ke Luar Negeri

Tak hanya itu, Ivan juga  belum melihat adanya indikasi permintaan untuk memindahkan aset ke pasar keuangan di luar negeri. Ini tercermin dalam dana kelolaan wealth management Danamon yang sepanjang 2025 bertumbuh sebesar 10%, dengan pertumbuhan terbesar ada di produk obligasi. 

Meski demikian, pihaknya memang melihat adanya penurunan pertumbuhan dana kelolaan reksa dana yang dikarenakan sikap nasabah secara umum yang masih mencoba untuk wait and see di tengah gejolak pasar yang terjadi. 

“Namun arus dana masuk masih ada, seiring dengan valuasi yang menarik yang disebabkan oleh penurunan harga aset seiring volatilitas yang ada,” ujar Ivan.

Sementara itu, Wealth Management Division Head BTN Meru Arumdalu menambahkan dengan DPK yang masih tumbuh dengan baik, management sangat optimistis bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap layanan finansial dalam negeri masih sangat tinggi.

Trending :  Pefindo Naikkan Peringkat WOM Finance Menjadi idAAA, Soroti Penguatan Dukungan Induk

Selanjutnya, dalam hal pengelolaan produk wealth management, Meru berkaca pada kondisi iklim pasar yang masih bersifat dinamis, pada akhirnya investor cenderung untuk memilih produk-produk wealth yang bersifat konservatif dan moderat seperti seperti obligasi pemerintah, atau reksadana pendapatan tetap dan pasar uang.

Meski demikian, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan bilang walaupun yang terjadi adalah semacam realokasi aset, bukan berarti potensi pemindahan dana ke luar negeri tak akan terjadi. 

Menurutnya, ini bisa saja terjadi melalui reksadana global, atau mendirikan perusahaan di luar negeri, family office, atau skema transfer pricing tergantung preferensi masing-masing nasabah.

“Artinya mereka juga sudah memiliki rekening atau investasi di luar negeri, itu memudahkan untuk pengalihan dana,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Source link